Minggu, Mei 8

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPS ( Tugas Dosen UM Malang )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
 Sekolah                   : SDN Kebonsari II Tuban
 Mata Pelajaran       : Ilmu Pengetahuan Sosia
 Pertemuan               : I ( Pertama ) 
Tema                        : Penggunaan Iklan 
Sub Tema                 : Penggunaan Iklan sebagai sarana promosi 
Kelas / Semester     : IV / I 
Alokasi Waktu         : 2 x 35 Menit ( 1xPertemuan )

Standar Kompetensi
   1.  Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi dan kemajuan teknologi di    lingkungan kab / kota dan provinsi.
Kompetensi Dasar
    1.1   Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan

Indikator
1.1.1  Menjelaskan pengertian iklan
1.1.2  Menyebutkan jenis-jenis iklan
1.1.      1.1.3  Membuat kalimat yang merupakan iklan


I. Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan pengertian iklan
2. Siswa dapat menyebutkan jenis-jenis iklan
3. Siswa dapat membuat kalimat yang merupakan iklan

II.  Materi Pembelajaran
1.      Jenis-jenis penggunaan iklan


III.   Model Pembelajaran
A.       Metode Pembelajaran      :   
- Ceramah
-    Tanya Jawab 
-    Diskusi 
-    Pemberian Tugas


IV.   Langkah-Langkah Pembelajaran
1.                         Pertemuan Pertama
A)    Kegiatan Awal 
1.      Salam Pembuka 
2.      Doa 
3.      Absensi 
4.      Guru mempersiapkan perangkat pembelajaran 
5.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 
6.      Guru mengadakan apersepsi dengan memotivasi siswa dengan tanya jawab tentang pengertian iklan 
7.      Siswa menyebutkan pengertian berdasarkan pemahamannya sendiri. 
8.      Guru menunjukan contoh iklan melalui presentasi power point dengan layar LCD

B)    Kegiatan Inti 
1.      Siswa di bagi menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok beranggota 4 siswa 
2.      Siswa memberi nama kelompok masing-masing yang berbeda dengan kelompok lain. 
3.      Guru memberikan tugas sebagai bahan diskusi ( membuat macam-macam iklan sebagai sarana promosi beserta pengertian serta contohnya ) untuk masing-masing kelompok 
4.      Setiap siswa mendiskusikan tugas dengan kelompoknya 
5.      Anggota kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok bisa mengerjakan. 
6.      Guru memanggil salah satu nomor siswa secara bergiliran 
7.      Siswa yang di panggil melaporkan jawabannya hasil diskusi mereka 
8.      Siswa dari kelompok lain memperhatikan dan boleh memberi tanggapan atas hasil diskusi kelompok yang presentasi. 
9.      Demikian seterusnya sampai semua kelompok siswa maju ke depan kelas
C)    Kegiatan Akhir 
1. Guru memberi penguatan terhadap hasil presentasi siswa 
2. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman tentang isi materi yang di ajarkan 
3. Pemberian tugas rumah individu ( mencari dan mengumpulkan contoh iklan yang ada di media cetak (koran) atau di internet.
4. Do’a 
5. Salam penutup


V. Media / Sumber Belajar
1. Media                           : 
Lembar Jenis – Jenis Iklan
2. Sumber Belajar            :  
- Internet
-  Koran
- Pamflet
- Poster

VI. Penilaian 
a)      Tes Lisan 
b)      Tes Tertulis 
c)      Keaktifan dalam menjawab pertanyaan, sikap dan tingkah laku.

Soal !
  1. Iklan adalah …
  2. Sebutkan 4 jenis-jenis iklan ?
  3. Buatlah kalimat iklan yang bertema lingkungan ?
  4. Buatlah kalimat iklan yang berupa sponsor ?
  5. Buatlah kalimat iklan yang bertema kesehatan ?
  6. Sebutkan tujuan dari iklan ?
Jawaban 
1. Semua bentuk aktivitas untuk memperkenalkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko
2. - Iklan Poster
    - Iklan Penawaran
    - Iklan Pengumuman
    - Iklan Kesehatan
    - Iklan Pendidikan
3. Buanglah Sampah Agar Lingkungan Asri
4. Gunakan Shampo XX Agar Rambut Bercahaya
5. Berhentilah Merokok dan Jangan Memulainya.
6. - Menginformasikan
    - Membujuk
    - Mengingatkan
    - Mendukung usaha promosi lain
    - Memberikan nilai tambah


 Contoh Iklan :


      












Mengetahui,                                                           Tuban, 8 Mei 2011
Kepala Sekolah                                                      Guru Kelas
 
 



                                 AGUNG SUGIARTO 
NIP.                                                                         NIP.
  




Rabu, April 27

Kurikulum di Indonesia

Kurikulum di Indonesia saat ini mengharuskan siswa SD untuk belajar sekian mata pelajaran dan mengharuskan mereka mendapat nilai sekian sebagai standar untuk dinyatakan lulus, itu konyol. Artinya bahwa dalam paket-paket tersebut terdapat suatu pemaksaan mereka harus mempelajari sesuatu dan bisa jadi para siswa tidak menyukainya. Satu hal bahwa, dengan demikian kurikulum kita tidak mengajarkan Demokrasi, bagaimana kita mau hidup dalam demokrasi kalau begitu. Mana hal tentang kebebasan memilih? Mana hal tentang kedewasaan berpendapat? Dan mana hal tentang menghormati perbedaan? Tidak ada itu dalam pendidikan Di Indonesia ini. Yang ada hanya penyeragaman yang konyol dan standarisasi yang tidak pada tempatnya.
Saya setuju dengan bahwa anak SD tidak seharusnya diperlakukan sebagai anak TK. Usia SD harusnya sudah mulai dengan diberi kepercayaan memilih apa yang akan dipelajarinya, sederhana seperti kurikulum yang ada di perguruan tinggi. Terus terang saya merasa memperoleh suatu kedewasan berfikir yang telat karena kebebasan akademik saya diperoleh ketika masa kuliah. Ya, sangat telat sekali dan entah bagaimana nasib teman-teman saya yang tidak sempat mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.Satu hal lagi bahwa semua pemaksaan tidak ubahnya dengan kekerasan. Pemaksaan akademik akan menimbulkan beban mental dan trauma akademik, saya menemui banyak teman yang berhenti belajar sesuatu dan sangat anti pati terhadap hal itu. Menurut saya sedikit banyak ia trauma dengan pemaksaan mental berhubungan dengan beban akademis yang harus dilaluinya. 

Kurikulum yang berbasis pada pemaksaan tidak akan pernah berhasil. Seseorang akan sulit berhasil mencapai suatu pencapaian akademik yang tinggi apabila pada dasarnya ia terpaksa dan dipaksa. Saya kira sudah waktunya bahwa anak SD diberi kebebasan, kemerdekaan dan kebahagiaan untuk menentukan apa yang dipelajarinya? Siapa yang mengajarnya? Dan seberapa lama ia mempelajarinya?
Harus diakui bahwa pendidikan kita diam-diam tidak mempedulikan, bahkan meninggalkan anak-anak kita. Padahal justru anak-anaklah yang harus diperhitungkan bila kita bicara soal pendidikan. Pendidikan bukan demi kita, orang dewasa, tapi buat mereka, anak-anak yang memang belum dewasa. Pendidikan bukan pertama-tama untuk mendewasakan mereka, melainkan untuk menghormati dan menjadikan manusia.
Romano Guardini pernah berkata, Anak-anak itu ada bukan hanya agar mereka akan menjadi dewasa, tapi juga, atau malahan pertama-tama, agar mereka menjadi mereka, maksudnya agar mereka menjadi anak, dan sebagai anak mereka adalah manusia.
Salah satu indikasi bahwa pendidikan telah melakukan proses pemaksaan kedewasaan kepada anak-anak adalah kurikulum sekolah yang menuntut begitu banyak dari para siswa, bahkan menuntut hal-hal yang tidak terlalu perlu bagi mereka sehingga memberatkan mereka, menjadikan mereka jenuh dan loyo.
“Belajar itu ngebosenin! Nyiksa!” kata-kata itulah yang kerap keluar dari mulut anak-anak kita. Ini memang bukan hal baru. Banyak siswa mengaku kalau belajar merupakan saat yang sungguh menyiksa. Bahkan, tidak sedikit siswa yang sampai mogok atau pura-pura sakit agar tidak pergi ke sekolah. Ini adalah situasi yang memprihatinkan.
Celakanya, kurikulum sekolah yang menuntut begitu banyak dari para siswa, tidak jarang disampaikan dengan metode dan pendekatan yang biasa dipergunakan terhadap orang dewasa.
Beban belajar yang begitu berat di sekolah akan dirasa semakin menyiksa ketika sebagian besar orangtua menuntut anak-anak mereka untuk mengikuti berbagai kursus, seperti bahasa bahasa Inggris, musik, berenang, balet, bela diri, dan sebagainya. Yang lebih parah tidak sedikit orangtua yang memasukkan anak-anaknya ke lembaga kursus atau lembaga bimbingan belajar hanya untuk mempelajari pelajaran-pelajaran yang sudah dipelajari di sekolah.
Karena tuntutan yang melampaui batas inilah anak-anak menjadi stres. Sebuah penelitian di Jerman, seperti yang diungkapkan oleh Susanne Gaschke, menyebutkan, tiga puluh persen murid sekolah mengeluhkan gangguan sakit yang mereka derita. Ternyata keluhan mereka sama dengan keluhan yang diderita oleh para manajer, yakni sulit tidur, lemah konsntrasi, sakit kepala, dan sakit perut. Anak yang berusia sepuluh tahunan bahkan mengeluhkan tentang hilangnya selera makan karena memikirkan beban pelajaran yang harus mereka terima.
Hal lain yang juga dominan dalam proses pemaksaan kedewasaan terhadap anak adalah televisi. Melalui televisi, anak-anak bisa menyaksikan apa saja yang dibuat oleh orang dewasa, lalu menirunya. Lebih jelek lagi, televisi juga mengiming-imingi apa sebenarnya yang baru boleh dilakukan oleh orang-orang dewasa. Saya jadi teringat Neil Postmann, seorang seorang sosiolog Amerika. Menurutnya dunia yang makin modern dan maju akan membuka ruang bagi hilangnya masa kanak-kanak.
Karena anak bukan orang dewasa, maka cara kita membaca mereka, cara kita bergaul dengan mereka, kurikulum dan materi ajar yang diberikan kepada mereka, dan metode pengajaran yang dipergunakan, hendaknya tidak menggunakan ukuran-ukuran yang biasa kita pergunakan terhadap orang dewasa. Tapi menggunakan ukuran dan standar yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak-anak, baik fisik maupun psikis.
Pandangan selama ini tentang dunia tanpa sekolah adalah suatu hal yang sangat mengkawatirkan.Namun saya bisa beranggapan tidak dengan keadaan sekolah yang ada di Indonesia,Dengan saya membaca buku berjudul Dunia tanpa sekolah,karya M.Ihza Azhin,saya semakin pasti bahwa sekolah bukanlah hal yang dapat membuat kita berubah menjadi lebih baik atau buruk,karna pada dasarnya sekolah hanyalah dasar saja,Dan jika seorang pelajar sudah mempunyai dasar-an untuk memulai hidupnya ,seorang yang seharusnya menjadi pelajar yang belajar di sekolah,tidak membutuhkan pembelajaran dan pendidikan di sekolah lagi.Namun dia sudah bisa menempuh cita-cita nya tanpa sekolah,dan tetap belajar.Dengan melakukan pembelajaran dimanapun,setiap saat.Dan bukan terikat dengan SEKOLAH yang mengurung seorang anak di dalam KELAS = PENJARA.dan memaksakan anak untuk mengerjakan pr,menulis hukuman,mempunyai nilai ulangan yang bagus,dan lainya.
Tapi sesungguhnya pendidikan dimulai dari belajar setiap saat di kehidupan sehari-hari,membaca,dan menjadi MANUSIA YANG INGIN TAHU.